Selasa, 17 Mei 2011

BAHASA PIJIN

BAHASA PIJIN
Oleh: Habib Adnan P., S.Pd.*)
Pijin adalah bahasa yang tidak memiliki penutur asli. Pijin memiliki bahasa dasar yang kemudian mendapat pengaruh dari bahasa-bahasa lain. Bentuknya lebih sederhana dari bahasa dasarnya. Latar belakang terjadinya pijin adalah bertemunya sejumlah penutur yang memiliki latar belakang bahasa ibu yang berbeda. Pijin bukanlah ragam bahasa yang tanpa sistem, namun ada satu bahasa yang menjadi dasar atau acuan dalam berbahasa. Dasar inilah yang kemudian diubah, dikurangi, disederhanakan dan ditambah dengan unsur-unsur dari bahasa lain yang terlibat. Karena itulah sistem yang terbentuk dalam pijin biasanya menyimpang atau berbeda dengan bahasa dasarnya tadi. Misalnya bahasa Inggris yang dipakai sebagai dasar, maka bahasa Inggris-pijin yang terbentuk akan memiliki sistem yang berbeda dengan bahasa Inggris aslinya.
Pola terbentuknya pijin bisa dilihat di tempat-tempat pariwisata, misalnya Bali, sebagai pusat tujuan wisatawan asing. Wisatawan yang mengunjungi tempat-tempat terkenal seperti pantai Kuta, Sanur, Tanah Lot, Kintamani dan objek wisata lainnya maka mereka akan bertemu dengan para pedagang yang menggunakan Bahasa Inggris pijin. Dasarnya adalah Bahasa Inggris, namun lafalnya disesuaikan dengan bahasa Indonesia. Misalnya:
Peri cip (= very cheap)
Paip (= five)
Ting (=thing)
Tosen (=thousand)
Selain pengaruh pelafalan, pengaruh tata bahasa juga terlihat. Misalnya:
You want move? ‘Anda ingin pindah?’ (do dan to hilang)
Oh, you funny. ‘Oh, Anda lucu, (are hilang)
Buy me Sir. “Belilah pada saya, Tuan!”
Bahasa Indonesia Termasuk Bahasa Pijin?
Ada hal yang menarik mengenai asal-usul bahasa Indonesia. Dua orang pakar asing, G.M. Kahin dan R.A. Hall, berpendapat bahwa Bahasa Indonesia standar berasal dari sebuah pijin yang disebut Bazaar Malay atau Low Malay. Akan tetapi pendapat ini terbantahkan oleh Stewart (dalam Fishman (ed.) 1968 dan dalam Abdul Chaer 2004) yang menjeniskan bahasa-bahasa secara sosiologis yang meliputi faktor standarisasi, historisitas, otonomi dan vitalitas.
Standarisasi adalah adanya kodifikasi dan penerimaan terhadap sebuah bahasa oleh masyarakat pemakai bahasa itu akan seperangkat kaidah atau norma yang menentukan pemakaian bahasa ‘yang benar’. Standardisasi akan mempersoalkan apakah sebuah bahasa memiliki kaidah-kaidah atau norma-norma yang bisa diterima dalam masyarakat tutur.
Faktor historisitas atau kesejarahan meninjau apakah suatu sistem linguistik itu merupakan hasil perkembangan yang normal pada masa yang lalu. Otonomi atau keotonomian berarti memiliki kemandirian sistem yang tidak bekaitan dengan bahasa lain. Jika ada dua sistem linguistik yang tidak memiliki hubungan kesejarahan, maka berarti keduanya memiliki keotonomian masing-masing. Faktor vitalitas atau keterpakaian mempersoalkan apakah sistem linguistik tersebut memiliki penutur asli yang masih menggunakan atau tidak.
Kenyataannya Bahasa Indonesia mencakup semua faktor yang ditetapkan di atas. Sehingga bisa disimpulkan bahwa Bahasa Indonesia adalah bahasa standar, bukan bahasa pijin.
*) Pengajar di SMPIT Nur Hidayah Surakarta
Alumni Pendidikan Bahasa Inggris FKIP UNS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar